Saturday, March 10, 2012

Hecticnya Jurnalisme Media Cetak



Karya Lukisan Berlandaskan Spiritual Andre Tanama

Media Indonesia-  “For me, any artwork is visualization of God’s gift/ blessing. The process of creating an artwork is a spiritual process. Transforming sense into positive energy that realized into visual language” (A.C. Andre Tanama)
            Adalah Andre Tanama, masterpiece seni murni yang saat ini sudah jadi seniman terkenal. Pria yang sering dipanggil Andre ini,  sejak kecil sudah berkecimpung di dunia seni. Sosok yang dikenal-kenalnya sebagai sosok pendiam ini diam-diam sudah bisa dikategorikan sebagai pelukis tingkat nasional. Karya-karyanya sudah sangat banyak jumlahnya, dan prestasi yang diraih dari hasil karyanya juga tidak sedikit.
            Berawal dari perkenalannya dengan komik Hongkong seperti realis Tapak Sakti atau Tiger Wong karya Tony Wong, Andre belajar menggambar dan meniru gaya goresan realis komik tersebut. Keinginan menggambar akhirnya dilampiaskan dengan media lain. Ada cerita masa kecil dari sang ibunda kalau Andre Tanama sering meminjam lipstick milik ibunya untuk melukis diatas seprai.
            Tidak heran jika menanyakan mata pelajaran kesukaan semasa SMA, Andre dengan mantap menjawab pelajaran menggambar. Jelas saja, karena Andre mengaku hanya fokus pada pelajaran menggambar. Hasrat melukis tidak berhenti pada kanvas saja, pada akhirnya Andre dengan mantap men-tatoo seluruh bagian badannya. Sangat khas seorang seniman, selalu ingin tampil beda.
            Kemampuan melukis Andre memang tidak jauh dari faktor keturunan. Engkong atau sebutan lain dari pamannya memang pintar melukis. Alat yang digunakan beliau untuk melukis adalah dengan soldire. Sedangkan media yang digunakan adalah kulit yang digalukis dengan soldier. Lukisan yang dihasilkan dengan media kulit misalnya Bunda Theresa, Sri Paus, dan almarhum mantan Presiden Soeharto.  
            Disamping cita-citanya ingin menjadi seniman pelukis, sebenarnya cita-cita ini adalah cita-cita keduanya. Sejak lama Andre ingin menjadi seorang pastur. Tetapi karena sesuatu hal, Andre memutuskan untuk keluar dari seminari. Andre kemudian memutuskan untuk masuk ke Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI). Lulus sarjana dengan predikat cum laude Andre kemudian meneruskan pendidikan pasca sarjana dan lulus dengan predikat cum laude. Pria yang lahir pada 28 Maret 1982 ini pernah bekerja di Calista dibagian design grafis dan sempat menjadi guru TK.  Saat ini Andre tercatat menjadi staf pengajar dosen di ISI Yogyakarta sejak tahun 2006.
            Sudah banyak prestasi yang dicetak oleh Andre. Sejak tahun 2000, Andre sudah mengikuti berbagai macam pameran Tidak sedikit dari hasil karyanya yang mendapatkan apresiasi. Bahkan hasil karyanya sudah banyak yang dibawa ke negara lain, seperti Thailand dan Milan, Italia. Prestasi terbesarnya adalah ketika memenangkan juara pertama Trienal Seni Grafis Indonesia II di Bentara Budaya, Jakarta tahun 2006.
            Tercatat sudah lebih dari 100 pameran, baik exhibition dan group exhibition yang telah diikuti. Gelar juara juga tidak sedikit yang berhasil disabet oleh pria terkenal pendiam ini. Misalnya pada tahun 2003 Andre mendapatkan Gudang Garam Scholarship, “Pergelaran Seni KriaISI” Exhibition, National Museum Jakarta; Best Printmaking Artwork, Dies Natalis XIX ISI Yogyakarta; Finalist of Trienal Seni Grafis Indonesia I, Bentara Budaya Jakarta. Masih banyak award yang didapatkan Andre hampir setiap taunnya.
            Ide untuk berkarya bisa datang kapan saja. “Biasanya pas beol (buang air besar) inspirasinya datang,” ujar bapak satu orang anak ini. “ Dateng ke pameran-pameran juga bisa dapat inspirasi dengan melihat hasil karya orang lain,” lanjutnya. Tidak lupa Andre ingin berbagi pengetahuan dan pengalamannya tentang seni yang dituangkannya dalam sebuah buku yang berjudul “Touch of Heaven, The Journey Begins.”
            Andre Tanama selalu serius dalam mengerjakan semua karya lukisannya. Apabila terjadi kesalahan sedikit saja, maka baik media atau lukisannya harus diulangi lagi. Berkarya memang membutuhkan totalitas, apalagi bagi seniman sekaliber Andre Tanama.
            Berbicara mengenai aliran lukisan, Andre berkata, “Bagi saya sendiri, berkarya ga matok ke aliran.” Menurut kurator yang ahli membaca lukisan, karya Andre dapat digolongkan menjadi aliran pop. Aliran pop dapat merangkum seni comical, straight art, atau lowbrow. Awal berkaryanya Andre, tidak ada tendensi untuk memiliah-milah aliran.  
            Melalui karya-karyanya yang berbau lingkungan dan bumi atau soal go green, Andre mengaku ingin menghasilkan karya yang disampaikan tidak secara frontal. Dipilihlah sosok anak perempuan untuk merepresentasikan idenya. Kebetulan juga ada keinginan memiliki anak perempuan ketika sang istri mengandung. Sampai akhirnya perlu ditambahkan identitas nama, “Akhirnya namanya Gwen,” seru Andre dengan suara khas jawanya.
            Sempat terjadi pergeseran dari lukisan Andre. Penggambaran anak kecil dan alam dirasa Andre tidak pas. Andre kemudian kembali berefleksi kembali memikirkan situasi ketika ia melukis. Ternyata Andre menyadari bahwa sosok anak kecil adalah refleksi dari dirinya sendiri.  
            Karakter Gwen menceritakan karakter anak perempuan yang selalu bungkam dan menundukkan wajahnya. Jika dilihat lebih jauh lagi, sepertinya karakter ini terinspirasi dari sang putri. “Gwen adalah refleksi alterego pribadi saya sendiri,” ungkap Andre.  
            Ada juga filosofi nama dari karakter Gwen Silent ini. Putri pertamanya bernama Gwen Sar Ilen. Nama Sae Ilen jika dilafalkan, maka seperti berbunyi “silent”. Secara kebetulan, nama anaknya dan karakter tokoh lukisannya memang sama.  Akhirnya nama Gwen Silent ini dipilih sebagai nama pameran yang dilakukan di Solo Exhibiton dan di Bentara Budaya Jakarta.
            Selain terkenal dengan lukisan dengan karakter Gwen, masih ada karakter lain yang menjadi andalan Andre Tanama, yaitu Wayang Monyong. Wayang Monyong adalah figur lelaki dewasa dengan wajah seperti tokoh waynang wong hanya saya dia tidak memiliki mulut selain corong yang buntu.
            Kedua karakter tersebut sama-sama memiliki persamaan. Persamaan itu adalah kedua figur tersebut sama-sama merefleksikan diri Andre Tanama. Kedua figur tersebut muncu sebagai bentuk metaphor dari sisi-sisi spiritual manusia. Semua karyanya memiliki makna yang tersirat. Hanya dengan kepekaan kepada lingkungan sekitar, maka karyanya tidak jauh dari penglihatan Andre sebagai manusia biasa yang peka terhadap lingkungan.
             Dari beratus-ratus karya yang telah dihasilkan oleh Andre, ada satu karya yang menjadi favoritnya. Dengan nama The Prayer. “Antara seneng dan kecewa,” jelasnya. Setelah lukisan tersebut laku, dengan berat hati Andre melepaskannya. The Prayer sendiri memiliki makna khusus bagi seniman ini. Dalam karyanya, permirsa diajak untuk mengalami dunia Gwen Silent sebagai seorang rahib kecil yang mengandalkan bijih Rosario dan lilin untuk mencari makna kebenaran sejati.
            Sebagai seorang pelukis, Andre tentu memiliki pelukis favoritnya. Affandi, pelukis asal Yogyakarta yang sudah sangat tersohor namanya. “ Affandi bisa mem-branding masyarakat Yogyakarta dari kalangan bawah. menengah, sampai kalangan elit,” kata Andre. Affandi mampu mengkonstruksi pikiran masyarakat sebagai pelukis terkenal, meskipun karya-karyanya  kurang begitu bergaung.
            Keinginan yang belum tercapai bagi Andre adalah memiliki museum sendiri. Sepertinya ada kepuasan tersendiri ketika seorang seniman bisa memiliki tempat untuk memajang hasil karyanya pada publik. Jika dilihat dari karya dan prestasi yang sudah dihasilkan, cita-cita Andre bukan tidak mungkin bisa terlaksana. Tinggal menunggu waktu saja keinginannya dapat terwujud.
            Andre Tanama ingin menunjukkan bahwa apa yang ia lakukan saat ini adalah berkah dari Tuhan. Talenta yang ia kembangkan adalah talenta yang diberikan Tuhan kepadanya. Seperti yang diungkapkannya bahwa “Sebuah karya seni apapun itu bagi saya adalah visualisasi atas anugerah ilahi. Berkarya merupakan suatu proses spiritual. Mengolah rasa menjadi energy positif yang terwujudkan melalui bahasa visual,” (Albertus Charles Andre Tanama).
           

No comments:

Post a Comment