Saturday, March 10, 2012

Black in White, good combination


Ketika hitam putih berbicara, bukan berarti tak memberi warna

            Film… Siapa yang tidak tahu film ? Kebanyakan dari orang yang mendengar kata tersebut akan berpikiran bahwa film adalah suatu hiburan yang paling menarik dan banyak dinikmati oleh siapa saja.
Banyak orang yang malas menonton film-film lama dibandingkan dengan menonton film baru yang ada di bioskop. Termasuk saya. Namun setelah saya mengikuti mata kuliah Kajian Film semester ini, terhitung selama 3 bulan ini saya jadi terbiasa untuk menonton film-film lama dan menurut saya film lama tidak kalah dengan film-film yang saat ini beredar di bioskop. Bagi saya dengan  menonton film-film lama akan menambah pengalaman yang sangat menakjubkan dikarenakan film lama memiliki perbedaan yang sangat jauh dalam pembuatannya dengan situasi dan kondisi yang kita alami saat ini.
            Era film bisu merupakan tahap awal perkembangan film di dunia. Saya sebagai seorang pembelajar kajian film amatir alias pertama kali menonton film bisu gaya klasik Hollywood yang berjudul The Kiss. Film yang dibuat pada tahun 1896 dan berdurasi 47 detik ini adalah sebuah mahakarya dari sebuah penemuan teknologi pembuatan film pertama kalinya. Inilah bukti sebuah pembuatan film yang hanya berdurasi sangat cepat namun proses pembuatannya cukup rumit. Saat itu dengan tanpa dosa saya membandingkan film itu dengan kondisi perfilman sekarang jadi setelah selesai menonton film tersebut kesan saya adalah “ini film apaan sih? Kok cepet  banget.. yakin ini film?”. Padahal dalam menonton film lama penonton jangan membandingkan dengan kondisi saat ini.  
            Masih pada ranah era film bisu.  Sebuah film yang berjudul The Great Train Robbery dibuat pada tahun 1903. Durasi yang awalnya masih hitungan detik sudah berkembang menjadi hitungan menit . Film ini sudah memberikan teknik yang inovatif dalam hal cross cutting, double exposure composite editing, camera movement and on location shooting. Memasuki perjalanan menonton film klasik ini tentunya teknologi tentunya lebih berkembang karena tidak hanya durasinya yang lebih panjang tetapi juga teknik pengambilam gambar yang inovatif. Tidak kalah dengan film Amerika, pada tahun 1925 sebuah film bisu berjudul Battleship Potemkin berdurasi 80 menit yang perkembangan film di Rusia saat itu mencapai puncaknya pada tahun pertama Revolusi Oktober. Saat itu sineas-sineas Soviet benar-benar dihayati oleh revolusi besarnya dan memperoleh inspirasi-inspirasi yang hebat dari kejadian-kejadian yang baru dialami oleh mereka sehingga karya mereka (Einstein, Pudovkin,dll) meskipun memiliki sifat propagandistis tetap memiliki nilai seni yang tinggi dan diakui sebagai karya klasik yang abadi mutunya.
            Perkembangan film di italia, melalui sebuah film yang berjudul Bicycle Thieves tahun 1948 oleh Andre Bazin pembela paling gigih dari neorealisme Italia, menganggap film Ladri di Biciclette sebagai film terbaik yang mewakili neorealisme sinema Italia. Film yang memiliki jalan cerita sederhana  dan value tersendiri dari kisah pencarian sebuah sepeda Inilah film yang banyak dibicarakan oleh banyak orang penggila film. Citizen Kane, film yang diproduksi tahun 1941 merupakan film terbaik pada masa itu namun sesungguhnya pada saat itu dianggap sebagai kegagalan komersial. Eugene Vale seorang pengarang film yang kenamaan mengemukakan mungkin sebuah cerita itu hebat, tetapi belum tentu film yang baik.
Belajar film yang sesungguhnya adalah mempelajari lebih dari sekedar sebuah objek film tersebut. Dengan mempelajari kebudayaan dan pengaruh sosial dari sebuah film maka kita mampu mencari tahu jejak-jejak isu yang ada pada film tersebut. Entah film tersebut adalah film bisu atau film hitam putih.
 Film bukanlah bentuk hiburan semata tetapi film adalah sebuah karya yang mencoba untuk menyampaikan sesuatu atau pesan. Disinilah para sineas dunia mewujudkannya dalam sebuah film Film bukan hanya sebuah media. Film dipercaya menjadi sebuah media yang paling besar dapat memberikan pengaruh bagaimana kita menjalani hidup. Bukan hanya karena film dapat mengingatkan akan sebuah memori kehidupan.
           







No comments:

Post a Comment